Sejarah Candi Borobudur
Candi Borobudur adalah salah satu warisan budaya dunia yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Sebagai candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur memiliki nilai historis, budaya, dan spiritual yang sangat tinggi. Berikut adalah sejarah singkat mengenai Candi Borobudur.
Pembangunan Candi Borobudur
Candi Borobudur dibangun pada masa Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah antara abad ke-8 dan ke-9. Syailendra dikenal sebagai pendukung kuat ajaran Buddha Mahayana. Diperkirakan dibangun antara tahun 780-850 Masehi. Raja yang memprakarsai pembangunan ini adalah Raja Samaratungga, dengan tujuan menciptakan monumen agama Buddha yang monumental.
Arsitektur
Dibangun dengan gaya arsitektur Buddha Mahayana, Borobudur berbentuk mandala, mencerminkan kosmologi Buddha dengan harmoni antara alam semesta dan manusia. Terdiri dari 10 tingkat dibagi menjadi tiga bagian utama yang melambangkan perjalanan spiritual manusia menuju pencerahan.
- Kamadhatu: Melepaskan keterikatan duniawi. 1 tingkat.
- Rupadhatu: Mencapai pengendalian diri dan kebijaksanaan. 4 tingkat.
- Arupadhatu: Menyatu dengan kekosongan dan mencapai pencerahan. 3 tingkat ditambah stupa utama.
Setiap langkah menuju puncak mencerminkan perjalanan spiritual manusia dari dunia material ke dunia spiritual.
Borobudur dibangun menggunakan sekitar 2 juta balok batu andesit dengan teknik penguncian. Berdasarkan catatan sejarah, arsiteknya adalah Gunadharma, meskipun kebenaran ini masih diperdebatkan.
Relief
Candi Borobudur memiliki 2.672 panel relief yang menggambarkan ajaran Buddha, kehidupan masyarakat Jawa kuno, dan kisah-kisah suci seperti Jataka dan Lalitavistara. Di puncaknya terdapat stupa besar yang melambangkan kesempurnaan.
![]() |
Salah satu bagian Relief di Candi Borobudur. (Dok. Eka Awaludin) |
Patung Budha
Candi Borobudur memiliki 504 patung Buddha yang tersebar di seluruh tingkatnya. Patung-patung ini tidak hanya berfungsi sebagai elemen dekoratif tetapi juga memiliki makna filosofis dan spiritual yang mendalam.
Masa Kejayaan
Periode keemasan Candi Borobudur berlangsung sekitar abad ke-8 hingga abad ke-10, selama masa Dinasti Syailendra, yang memerintah Jawa Tengah dan sebagian Sumatra. Candi Borobudur mencerminkan puncak kejayaan budaya, spiritual, dan arsitektur Jawa kuno.
Kemunduran
Pada abad ke-14, pengaruh agama Hindu dan Islam mulai mendominasi Nusantara. Dengan berpindahnya pusat kekuasaan ke Jawa Timur, Candi Borobudur ditinggalkan dan mulai dilupakan. Kemudian candi ini tertutup oleh abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta tumbuh-tumbuhan liar, sehingga menjadi "hilang" selama berabad-abad.
Penemuan Kembali
Pada tahun 1814, Candi Borobudur ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stamford Raffles, gubernur jenderal Inggris di Jawa. Raffles mendengar laporan tentang "bukit besar" yang memiliki patung dan relief. Ia mengirim seorang insinyur Belanda, H.C. Cornelius, untuk melakukan penggalian. Penemuan ini membawa Borobudur kembali ke perhatian dunia.
Restorasi
Pada tahun 1907-1911, seorang insinyur Belanda, Theodore van Erp, melakukan restorasi besar pertama. Fokusnya adalah menyusun kembali bagian atas candi yang runtuh dan membersihkan struktur.
Pada tahun 1973-1983, restorasi besar-besaran dilakukan dengan bantuan UNESCO. Candi ini dibongkar, dibersihkan, dan dipasang kembali menggunakan teknologi modern untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Pengakuan UNESCO
Pada tahun 1991, Candi Borobudur ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Pengakuan ini berdasarkan nilai sejarah, budaya, dan arsitektur candi sebagai salah satu peninggalan penting dunia.
Fungsi
Letaknya yang strategis di lembah di antara Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sumbing, dan Gunung Sindoro menjadikan Borobudur sebagai tempat yang sakral.
Fungsi Keagamaan
Candi ini menjadi pusat pendidikan untuk mempelajari ajaran Buddha Mahayana, yang disampaikan melalui relief-reliefnya. Borobudur menjadi pusat kegiatan keagamaan Buddha di wilayah Asia Tenggara. Para biksu dan peziarah dari berbagai wilayah datang untuk berdoa dan mempelajari ajaran Buddha. Borobudur juga digunakan sebagai tempat perayaan Waisak oleh umat Buddha.
Pusat Ziarah
Borobudur menarik peziarah tidak hanya dari Jawa tetapi juga dari wilayah-wilayah lain di Asia Tenggara. Peziarah mengikuti ritual pradaksina (berjalan mengitari candi searah jarum jam) sebagai bentuk penghormatan kepada Buddha.
Hubungan dengan Candi Lain
Borobudur merupakan bagian dari kompleks keagamaan yang mencakup Candi Mendut dan Candi Pawon. Ketiga candi ini diyakini memiliki hubungan spiritual, di mana peziarah memulai perjalanan di Mendut, melewati Pawon, dan berakhir di Borobudur.
Fungsi di Era Modern
Borobudur menjadi destinasi wisata utama Indonesia, menarik jutaan wisatawan dari dalam dan luar negeri. Selain itu, Borobudur digunakan sebagai tempat penelitian sejarah dan arkeologi.
![]() |
Potret wisatawan dalam dan luar negeri di Borobudur. (Dok. Eka Awaludin) |
Conclusion
Candi Borobudur bukan hanya monumen keagamaan, tetapi juga simbol kejayaan masa lalu, kekayaan budaya, dan kecerdasan arsitektur bangsa Indonesia. Hingga kini, candi ini tetap menjadi salah satu ikon budaya yang membanggakan Indonesia di mata dunia.
OK juga allur nya meyakinkan , pa guru geohrafi ya???
BalasHapus