Di awal tahun 2025, empat sahabat, Otong alias Botoy, Didin alias Kentang, Alek alias Balek, dan Eka alias Bakew, memutuskan untuk menantang diri mereka dengan mendaki Gunung Ciremai via jalur Apuy. Meskipun Januari dikenal sebagai bulan dengan curah hujan tinggi, semangat mereka tidak surut. Mereka ingin merasakan petualangan sejati di tengah alam liar.

Di awal pendakian, keempat sahabat itu berhenti sejenak di kaki Gunung Ciremai untuk mempersiapkan diri. Hujan deras yang mengguyur membuat mereka harus mengenakan perlengkapan pendakian dengan lebih teliti. Alek, dengan jiwa kepemimpinannya, memastikan semua anggota kelompok siap sebelum memulai perjalanan.

"Pastikan semua perlengkapan terpasang dengan benar," ujar Alek sambil memeriksa tali ranselnya. "Kita tidak ingin ada yang tertinggal atau rusak di tengah jalan."

Botoy, dengan cekatan mengenakan sepatu gunungnya yang kokoh. "Aku sudah siap, Lek," katanya sambil menarik jas hujan berwarna cerah yang menutupi tubuhnya dari kepala hingga kaki.

Kentang dan Bakew saling membantu memasang jas hujan mereka, memastikan tidak ada celah yang bisa dimasuki air.

Bakew, yang selalu membawa perlengkapan tambahan, memastikan semua barang penting seperti smartphone, smartwatch, kompas, peta, dan senter tersimpan aman di dalam dry bag yang kedap air. "Kita harus siap menghadapi apa pun yang ada di depan," ujarnya dengan semangat.

Mereka juga memasang rain cover pada ransel masing-masing untuk melindungi barang bawaan dari basah. "Rain cover ini benar-benar penyelamat," ujar Botoy sambil memastikan rain cover-nya terpasang dengan baik.

Dengan perlengkapan yang lengkap dan jas hujan yang melindungi mereka dari hujan deras, keempat sahabat itu memulai pendakian mereka. Langkah demi langkah, mereka menembus kabut dan hujan, siap menghadapi petualangan yang menanti di Gunung Ciremai.

Pendakian dimulai saat sore hari dengan hujan deras yang mengguyur tanpa henti. Alek, dengan jiwa kepemimpinannya, memimpin rombongan dengan penuh percaya diri. "Kita harus tetap bersama dan saling menjaga. Jangan sampai ada yang tertinggal," serunya, memastikan semua anggota kelompok tetap berdekatan.

Botoy, yang selalu berada di bagian belakang, merasa cemas. Setiap langkahnya diiringi bayangan menakutkan yang seolah mengikuti dari belakang. "Aku selalu merasa ada yang mengikuti dari belakang. Entah itu hantu atau mungkin Macan Tutul." ucapnya, sambil sesekali menoleh ke belakang dengan waspada.

Kentang dan Bakew, berusaha menghibur Botoy dengan candaan ringan. "Tenang saja, Toy. Kalau ada Macan Tutul, kita suruh dia jadi pemandu jalan," canda Kentang, membuat Bakew tertawa.

Suasana berubah ketika mereka memasuki hutan yang lebih dalam. Aura magis terasa menyeruak di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Hujan yang terus turun menambah kesan menakutkan pada perjalanan mereka. Hari mulai gelap, dan pandangan semakin terbatas. Alek memutuskan untuk berhenti sejenak dan menginstruksikan teman-temannya untuk memasang headlamp.

"Kita harus tetap waspada. Pasang headlamp kalian, kita tidak bisa mengandalkan cahaya alami lagi," katanya sambil memasang headlamp di kepalanya.

Botoy, yang merasa cemas sejak awal, dengan cepat mengikuti instruksi Alek. Cahaya dari headlamp mereka menembus kegelapan, menciptakan lingkaran cahaya yang menenangkan di sekitar mereka. Meskipun begitu, bayangan pepohonan yang bergerak tertiup angin masih membuat semuanya merasa was-was.

Alek berhenti sejenak, merasakan sesuatu yang aneh. "Kalian merasakan itu? Seperti ada yang mengawasi kita," ujarnya dengan nada serius.

Dengan headlamp yang menyala, mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati. Cahaya dari lampu mereka memantul pada dedaunan basah, menciptakan kilauan yang menambah kesan magis pada hutan Gunung Ciremai. Meskipun rasa takut masih menyelimuti, keempat sahabat itu terus melangkah maju, saling menjaga dan memastikan tidak ada yang tertinggal.

Setelah berjalan cukup lama di bawah hujan yang tak kunjung reda, keempat sahabat itu mendirikan tenda di sebuah dataran kecil di pos 4. Suasana malam itu terasa lebih sunyi, hanya suara rintik hujan yang menemani mereka. Suara-suara hutan yang biasanya menenangkan kini terasa berbeda. Botoy, yang masih diliputi ketakutan, mendengar suara samar di kejauhan. "Kamu denger ga suara itu?" bisiknya pada Bakew, yang duduk di sebelahnya.

Bakew mencoba menenangkan Botoy. "Mungkin hanya suara angin, Toy. Tapi kita harus tetap waspada," jawabnya sambil menambahkan air ke dalam panci di atas kompor portable yang sedang memasak mi instan di bawah flysheet. Aroma mi instan yang menggugah selera mulai menguar, sedikit menghangatkan suasana di tengah dinginnya malam. Setelah makan malam sederhana, mereka semua masuk ke dalam tenda untuk beristirahat.

Di tengah malam, ketika semua sudah terlelap, Bakew terbangun oleh suara aneh yang terdengar dari luar tenda. Suara itu seperti gemerisik daun yang terinjak, disertai dengan suara samar yang membuat bulu kuduknya merinding. Bakew menahan napas, berusaha mendengarkan lebih jelas di tengah suara hujan yang terus turun.

"Apakah itu hanya angin, atau mungkin sesuatu yang lain?" pikir Bakew, mencoba menenangkan dirinya. Namun, rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Dengan hati-hati, ia merangkak menuju pintu tenda dan mengintip keluar. Dalam kegelapan, ia hanya bisa melihat bayangan pepohonan yang bergoyang diterpa angin.

Bakew kembali ke dalam tenda, berusaha membangunkan Alek yang tidur di sebelahnya. "Alek, bangun. Aku mendengar sesuatu di luar," bisiknya pelan.

Alek membuka matanya, masih setengah mengantuk. "Apa yang kau dengar, Bakew?" tanyanya sambil mengusap wajahnya.

"Ada suara aneh, seperti suara langkah sesuatu," jawab Bakew dengan nada khawatir.

Alek mendengarkan sejenak, namun tidak ada suara lain yang terdengar selain hujan. "Mungkin hanya suara angin atau binatang kecil." ujarnya menenangkan Bakew.

Mereka berdua memutuskan untuk berjaga-jaga sejenak, memastikan tidak ada bahaya yang mengancam. Setelah beberapa saat, ketika tidak ada lagi suara mencurigakan, mereka kembali berbaring, berusaha untuk tidur meskipun rasa waspada masih menyelimuti.

Pagi harinya saat sarapan, mereka menceritakan kejadian malam itu kepada Botoy dan Kentang. Meskipun sedikit cemas, mereka semua sepakat untuk melanjutkan perjalanan dengan lebih berhati-hati, menyadari bahwa misteri Gunung Ciremai masih menyelimuti perjalanan mereka.

Hari kedua pendakian dimulai dengan semangat baru. Meskipun hujan terus turun, mereka melanjutkan perjalanan menuju puncak. Alek terus memimpin dengan penuh semangat, memastikan semua anggota tetap dalam jangkauan dan pandangannya.

Di tengah perjalanan, mereka menemukan jejak kaki besar yang tidak biasa. "Ini pasti bukan jejak manusia," kata Kentang sambil memeriksa jejak tersebut." Mirip jejak Macan Tutul," tambah Alek dengan nada cemas.

Misteri semakin dalam ketika mereka mendengar suara samar di kejauhan. Namun, tidak ada yang terlihat di sekitar mereka. Alek memutuskan untuk mempercepat langkah agar mereka bisa mencapai puncak sebelum malam tiba.

Setelah satu hari satu malam yang penuh tantangan, mereka akhirnya mencapai puncak Gunung Ciremai. Kabut tebal menyelimuti puncak, menambah kesan magis dan misterius pada pemandangan di sekitar mereka. Rasa lelah terbayar dengan pemandangan yang menakjubkan, meskipun sebagian tertutup kabut. Di tengah kabut yang bergulung-gulung, mereka merasakan kedamaian yang luar biasa, seolah semua ketakutan dan misteri yang mereka alami hanyalah bagian dari perjalanan yang menguatkan persahabatan mereka. Mereka menginap satu malam lagi dengan harapan melihat matahari terbit.

Keesokan harinya, meskipun kabut masih menyelimuti, mereka berhasil melihat matahari terbit yang samar-samar di tengah kabut. Cahaya matahari yang lembut menembus kabut, menciptakan pemandangan yang menakjubkan dan menenangkan. Rasa lelah mereka terbayar dengan momen indah ini, yang seolah menguatkan persahabatan mereka.

Setelah menikmati sarapan sederhana, mereka mulai turun dengan hati-hati. Perjalanan turun dipenuhi dengan canda tawa dan keceriaan, seolah semua ketakutan dan misteri yang mereka alami hanyalah bagian dari petualangan yang mempererat persahabatan mereka. Botoy, yang sebelumnya merasa cemas, kini lebih berani dan percaya diri. "Kita berhasil melewatinya bersama," katanya dengan senyum lega.

Keempat sahabat itu pulang dengan cerita yang tak terlupakan, membawa serta misteri dan keindahan Gunung Ciremai yang akan selalu menjadi bagian dari petualangan mereka.