Liburan panjang tiba. Keluarga kecil yang terdiri dari Eka sang ayah yang selalu penuh rencana, Rin sang ibu yang lembut namun tegas, dan Bianca, putri kecil mereka yang berusia 8 tahun, memilih Ancol sebagai tujuan liburan. Mereka ingin menghabiskan waktu bersama menikmati berbagai atraksi menarik.

Hari pertama, mereka terpesona oleh keindahan biota laut di Sea World. Bianca terkikik bahagia saat melihat ikan pari besar berenang di atas lorong kaca.

Hari kedua diisi dengan tawa dan adrenalin di Dufan. Bianca tidak berhenti membicarakan roller coaster yang membuatnya setengah takut namun ingin mencoba lagi.

Hari ketiga, mereka berbasah-basahan di Atlantis. Eka, yang jarang terlihat bermain seperti anak kecil, meluncur di perosotan air bersama Bianca. Rin hanya tertawa sambil mengambil foto dari pinggir kolam.

Malam itu, mereka kembali ke Putri Duyung Resort, menikmati makan malam di restoran tepi pantai. Rin dan Bianca memesan makanan laut segar, sementara Eka mencoba hidangan tradisional Betawi. Setelah kenyang, mereka kembali ke kamar untuk bersantai. Bianca sudah mulai menguap saat mereka menonton berita di TV. Suara presenter tiba-tiba berubah serius, "Baru saja terjadi gempa besar berkekuatan 10 skala richter di Laut Jawa. BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami..." Eka mendengarkan berita itu dengan santai. "Ah, terlalu sering berita seperti ini. Tidak selalu benar," ujarnya sambil mengganti saluran. Namun, setengah jam kemudian, suasana berubah mencekam. Rin, yang berdiri di balkon, melihat air laut di sekitar resort mulai surut jauh. Bianca menunjuk ke arah pantai, memperlihatkan karang-karang yang sebelumnya terendam.

"Mom, kenapa airnya hilang?" tanya Bianca sambil menatap bingung.

Rin mengerutkan kening, merasa ada yang tidak beres. Kemudian dia mendengar suara seperti gemuruh jauh di cakrawala.

"Pah, itu suara apa?" tanya Rin, sedikit berteriak.

Eka keluar. Beberapa saat kemudian wajahnya berubah pucat, teringat berita peringatan tsunami. "Rin, cepat! Kita harus pergi dari sini sekarang!"

Mereka bergegas menuju mobil, meninggalkan semua barang kecuali tas kecil Bianca yang berisi boneka kesayangannya. Eka menyetir tanpa arah, pandangannya penuh kecemasan. "Kita harus menjauh dari pantai!" ucapnya keras, meski ia sendiri tak tahu ke mana harus pergi.

Di tengah kebingungan, mereka melewati Marina Ancol. Di sana, Eka melihat deretan kapal besar yang tampak kokoh. Ide berbahaya melintas di benaknya. "Kita lebih aman di atas kapal!" Rin tampak ragu, tetapi tidak ada waktu untuk berdebat. Mereka mendekati kapal motor besar.

Eka memecahkan kaca kapal dengan alat pemadam api yang tergantung di dermaga. Bianca menangis ketakutan, tetapi Rin memeluknya erat. "Mama ada di sini," bisiknya lembut. Eka melepaskan tali penambat kemudian mereka berlari masuk, menutup pintu, dan menuju dek paling atas. Eka memakaikan jaket pelampung kepada Rin dan Bianca yang ia temukan di kapal.

Hanya beberapa menit setelah mereka naik ke kapal, suara gemuruh menjadi semakin keras. Eka melihat ke arah pantai dan terkejut. Gelombang besar setinggi gedung lima lantai bergerak cepat ke arah mereka. Rin menutup matanya sambil memeluk Bianca erat-erat.

Gelombang itu menghantam Marina Ancol dengan kekuatan dahsyat, menggulung kapal dan segala yang ada di daratan. Mereka merasakan kapal berguncang hebat, lalu terasa seperti diangkat dan dihanyutkan oleh arus. Eka terhempas, kepalanya membentur sesuatu kemudian tidak sadarkan diri.

Keesokan harinya, Eka terbangun dengan sakit di kepalanya. Suara sirine dan helikopter terdengar samar di kejauhan. Ia bangkit perlahan, Rin dan Bianca ada disampingnya berpelukan tampak kebingungan.

"Kalian selamat, syukurlah. Itu yang terpenting." ucapnya, kemudian memeluk mereka.

Eka kemudian keluar, menyadari bahwa mereka berada di dekat Monas. Ia melihat di kejauhan bangunan-bangunan di sekitar Monas terlihat hancur, sebagian besar tenggelam oleh air yang surut perlahan. Tidak lama setelah itu Tim SAR mendatangi mereka, menawarkan air dan makanan.

Mereka dibawa oleh tim SAR ke tempat penampungan sementara. Di sana, mereka menyadari betapa besar dampak tsunami ini. Namun, keluarga kecil ini tetap bersyukur karena, di tengah kehancuran, mereka masih bersama, selamat dari bencana yang mengubah liburan mereka menjadi perjuangan hidup yang tak terlupakan.